Halaman

Kamis, 23 Februari 2012

Lebih Baik Ibu Yang Mati

Mentari tampak mengintip di ujung horizon, menghangatkan jiwa setelah berselimut malam yang dingin. Dari jendela lantai 2 sebuah apartemen terlihat Maryam seorang wanita muda tengah sibuk dengan peralatan dapur menyiapkan sarapan untuk suami tercinta. Suami yang dalam beberapa hitungan hari akan menjadi ayah bagi anak yang sedang dikandungnya. Maryam adalah seorang istri yang baik, walaupun sedang mengandung dia tidak pernah merengek manja kepada suaminya. Dia tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai seorang istri sambil sesekali merasakan tendangan lembut dari buah cinta kasih mereka. Hal tersebut yang membuat suaminya sangat mencintai dirinya.


Pagi itu seperti biasa Maryam selalu menemani suaminya di meja makan sambil memberikan senyuman penyemangat untuk suaminya. Saat suaminya hendak berangkat bekerja, tak lupa doa dia panjatkan agar suaminya mampu bekerja dengan baik. Kecupan mesra dikening pun selalu dia dapatkan dari suami tercinta. Kalimat "Aku Mencintaimu Sayang" saling berbalas mengiringi langkah suaminya. Hari-hari selalu begitu seterusnya.

Setelah cukup merasa lelah menyiapkan sarapan untuk suami tercinta, Maryam mengistirahatkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil mendengarkan musik klasik yang dia percaya sangat berguna bagi perkembangan otak calon bayinya. Belaian lembut tangannya membalas tendangan calon buah hatinya yang seakan berkata " Ibu aku ingin segera melihat wajahmu, Tuhan bilang kau adalah penjagaku kelak di dunia".

Ditengah alunan musik klasik yang indah terdengar suara ledakan yang sangat keras dari dapur. Seketika Maryam teringat bahwa dia lupa tidak mematikan kompor gas seusai membuatkan sarapan untuk suaminya. Dia pun beranjak dari tempat tidurnya hendak memeriksa apa yang terjadi. Namun ketika ia membuka pintu kamar, jilatan api hampir mengenai wajahnya. Api secara singkat telah membakar sebagian ruangan, kamar tidur tempat dia berada adalah satu-satunya yang belum dimakan sang api. 

Maryam tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Api pun semakin membesar dan membakar kamar-kamar penghuni lain yang tidak sedang di tempat. Perlahan kamar tidur Maryam pun dilahap api. Asap hitam memenuhi kamar tidurnya yang membuat dia kesulitan bernafas. Dari luar apartemen beberapa orang melihat kepulan asap dari jendela kamar tidur Maryam. Mereka bergegas berusaha menolong Maryam, tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena tidak ada jalan keluar lagi. Satu-satunya jalan keluar adalah jendela kamar tidur Maryam. Petugas pemadam kebakaran sudah dihubungi namun setengah jam berlalu tak kunjung datang.

Maryam bertahan sekuat tenaga di jendela kamarnya sambil terus berdoa agar dia bisa selamat dari bencana. Asap hitam semakin memekat. Separuh bagian kamar tidur sudah terbakar yang membuat suhu sangat panas. Dia merasa tidak kuat lagi untuk terus bertahan. Seketika dia memutuskan hal yang cukup nekat, Maryam meloncat dari jendela kamar tidur yang tingginya sekitar 10 meter.


Orang-orang yang berada disekitar lokasi sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat. Mereka segera membawa Maryam ke rumah sakit. Maryam segera mendapatkan penanganan serius dari tim dokter. Dengan pertolongan Tuhan Maryam masih bisa diselamatkan walaupun terjatuh dari lantai 2 apartemennya. Namun Maryam masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Suaminya yang datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi istrinya tidak dapat menahan tangisnya.


Keesokan harinya muncul berita di sebuah stasiun televisi yang memberitakan tentang kejadian di apartemen Maryam. Dalam berita tersebut terdapat sebuah video amatir yang merekam detik-detik Maryam meloncat dari jendela kamarnya. Dalam video tersebut tampak Maryam meloncat dengan posisi kepala menghadap tanah.


Beberapa hari setelah kejadian itu, Maryam telah membaik dan mampu berkomunikasi dengan siapapun. Sebuah stasiun televisi mewawancarainya sambil ditemani beberapa dokter serta keluarga Maryam. Seorang reporter menanyakan:
R: "Kenapa anda memutuskan meloncat ?".
M: "Saya sudah tidak kuat lagi bertahan". 
R: "Lalu kenapa anda meloncat dengan posisi kepala anda terlebih dahulu ?".
M: "SAYA TIDAK INGIN KETIKA SAYA JATUH PERUT SAYA MENGHANTAM TANAH SEHINGGA MENGHANCURKAN APA YANG ADA DI DALAM PERUT SAYA. BIARLAH SAYA YANG MENINGGAL ASAL BAYI SAYA BISA SELAMAT. SAYA TIDAK INGIN BAYI SAYA MENINGGAL KARENA KELALAIAN SAYA".

Sontak orang-orang seisi ruangan menangis mendengar apa yang dikatakan Maryam.

Tidak hanya selama sembilan bulan iya menahan sakit demi bayi yang dikandungnya, namun dia rela kehilangan nyawa demi kehidupan bayinya.


NB: Cerita diatas terinspirasi dari kisah nyata yang sedikit saya dramatisir (MpuWanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar